Wahai lelaki yang kini berdiri
dibalik tembok, apa kabarmu disana? Jangankan untuk berbicara merangkai cerita,
sekedar bertegur sapa pun kita tidak. Mungkin tembok itu sudah terlalu tebal
dan membentengi kita. Walaupun mungkin sedikit memaksa, aku ingin kembali
bertanya, bagaimana kabar hubunganmu dengannya? Tidak, aku tidak akan mengusik
jika kau masih bersama dia, aku hanya ingin mendengar bahwa kau kini jauh
bahagia dan dia bisa membawamu ke tempat yang seharusnya, seperti dulu yang
pernah kucoba.
Jika tuhan berbaik hati
mengijinkan kita untuk berbicara, aku hanya ingin meminta maaf atas semua cela.
Tidak, aku tidak akan memaksamu untuk menebus segala dosa, hanya saja aku ingin
bertanya, apa yang sebenarnya terjadi sebelum kita benar-benar tak saling sapa?
Mungkin tak akan ada habisnya
jika ku uraikan semua rasa sakit di dada, maka biarkanlah semua terlewat begitu
saja. Disela sesak yang hingga kini masih terasa, ijinkanlah aku meminta maaf.
Aku mungkin terlalu egois, merasa
sebagai orang yang paling menderita sehingga hati kecil ini berharap kau
sungguh-sungguh berusaha menebus dosa. Aku berharap kau menyapa tetapi tanpa
sadar aku membentengi diri dengan tembok baja. Saat kau berusaha menembus
tembok itu, tanpa sadar dengan angkuhnya aku membangun lagi tembok yang
berusaha kau susupkan. Dan mungkin dengan egoisnya, aku masih tetap berharap
kau berusaha untuk menembusnya.
Maaf dariku untuk semua usaha
yang kini telah menjadi sia-sia, maaf karena luka dihati ini membuat segala apa
yang kau lakukan seakan tak ada artinya, tak ada yang bisa kulakukan selain
meminta maaf.
Dan sekali lagi, aku ingin
meminta maaf karena aku tak akan mampu menyampaikannya, apalagi jika harus
bertatap muka. Sungguh, aku sama sekali tak memiliki daya apa lag untuk
merangkai kata.
Hanya saja, maukah kau sekali
lagi mencoba menembus dinding baja yang telah ku tata? Aku berjanji, aku tak
akan memperkokoh lagi pondasinya, aku akan membantu melepaskan satu persatu
baja demi baja.