Menunggu
Satu kata yang mengandung
berbagai rasa.
Menunggu adalah hal yang paling
tak ku suka, dalam hal dan kondisi apapun itu.
Jika saja boleh, aku ingin tuhan
menghapus saja keadaan itu, agar tak ada lagi yang sakit karena menunggu, lelah
karena menunggu, kesal karena menunggu, kecewa karena menunggu, dan menangis
karena menunggu.
Menunggu hanya membuat kita
berharap dan selalu berharap. Berharap yang kita tunggu cepat datang, berharap
yang kita tunggu lebih baik dari sebelumnya, berharap yang kita tunggu akan
membawa rasa dan atmosfir yang sama seperti saat ia pergi.
Padahal, tanpa kita sadari,
menunggu adalah kegiatan yang sadar atau tidak melatih jiwa kita. Melatih untuk
menjadikannya lebih kuat, atau bisa saja menghancurkannya jika hati itu tak
mampu.
Aku yakin, semua orang pasti
pernah menunggu. Entah menunggu hanya sebentar, atau mungkin menunggu selama
bertahun-tahun seperti yang ku alami.
Sebenarnya, tuhan tak pernah
membebankan kita dengan keadaan menunggu itu. Karena sebenarnya saat kita menunggu
kita punya pilihan, meninggalkan yang kita tunggu atau terus menunggu sampai ia
datang entah kapan waktunya.
Kita sendirilah yang sebenarnya
menyakiti diri kita. Jika merasa tak sanggup lagi untuk menunggu, untuk apa
dipaksakan? Untuk apa menggantungkan rasa dan angan dalam ketidakpastian? Tak
ada yang memaksa bukan?
Sulit memang, karena saat kita
menunggu, kita telah menggantungkan harapan dan rasa pada orang yang kita
tunggu. Dan pada saat orang itu kembali tanpa membawa satupun harapan dan rasa
yang kita gantungkan, bisa kau rasakan hancurnya? Bisa kau rasakan kecewanya?
Lalu apa bisa kamu membangun lagi kepingan harapan yang sudah hancur itu? Belum
tentu bisa kan?
Dan andai saja kamu bisa, tentu
saja bentuknya tak akan sesempurna dulu. Karena bagaimanapun caramu merekatkan
sesuatu yang telah hancur, pasti akan tersisa goresan dan lubang menganga
dimana mana.
Bukankah aku pernah berkata:
“Biar tuhan yang tau sampe kapan
aku bertahan nunggu kamu”
Dan sepertinya pertahanan itu
sudah tak mampu membendung lagi.
Waktu ku mungkin telah habis
untuk menunggu kamu.
Dan sekarang aku tak akan pernah
ragu mengambil keputusan ini.
Aku mundur, aku akan berhenti
menunggu kamu yang telah kutunggu bertahun-tahun.
Bukannya aku lemah, hanya saja
aku tak mau lebih menghancurkan hati dan harapan yang pada dasarnya telah kau
hancurkan.
Karena kau tak tau, seberapa
dalam goresan yang tak tersembunyikan dari bekas kepingan hancur itu.
Karena kau tak tau, seberapa
lebar lubang menganga yang tercipta dari bekas kepingan hancur itu.
Aku pergi, bukan karena aku
lemah, tapi karena aku ingin melindungi hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
How's???