HELL-o freakers in the world Welcome to my cave land

Selasa, 25 September 2012

Menunggu


Menunggu
Satu kata yang mengandung berbagai rasa.
Menunggu adalah hal yang paling tak ku suka, dalam hal dan kondisi apapun itu.
Jika saja boleh, aku ingin tuhan menghapus saja keadaan itu, agar tak ada lagi yang sakit karena menunggu, lelah karena menunggu, kesal karena menunggu, kecewa karena menunggu, dan menangis karena menunggu.
Menunggu hanya membuat kita berharap dan selalu berharap. Berharap yang kita tunggu cepat datang, berharap yang kita tunggu lebih baik dari sebelumnya, berharap yang kita tunggu akan membawa rasa dan atmosfir yang sama seperti saat ia pergi.
Padahal, tanpa kita sadari, menunggu adalah kegiatan yang sadar atau tidak melatih jiwa kita. Melatih untuk menjadikannya lebih kuat, atau bisa saja menghancurkannya jika hati itu tak mampu.
Aku yakin, semua orang pasti pernah menunggu. Entah menunggu hanya sebentar, atau mungkin menunggu selama bertahun-tahun seperti yang ku alami.
Sebenarnya, tuhan tak pernah membebankan kita dengan keadaan menunggu itu. Karena sebenarnya saat kita menunggu kita punya pilihan, meninggalkan yang kita tunggu atau terus menunggu sampai ia datang entah kapan waktunya.
Kita sendirilah yang sebenarnya menyakiti diri kita. Jika merasa tak sanggup lagi untuk menunggu, untuk apa dipaksakan? Untuk apa menggantungkan rasa dan angan dalam ketidakpastian? Tak ada yang memaksa bukan?
Sulit memang, karena saat kita menunggu, kita telah menggantungkan harapan dan rasa pada orang yang kita tunggu. Dan pada saat orang itu kembali tanpa membawa satupun harapan dan rasa yang kita gantungkan, bisa kau rasakan hancurnya? Bisa kau rasakan kecewanya? Lalu apa bisa kamu membangun lagi kepingan harapan yang sudah hancur itu? Belum tentu bisa kan?
Dan andai saja kamu bisa, tentu saja bentuknya tak akan sesempurna dulu. Karena bagaimanapun caramu merekatkan sesuatu yang telah hancur, pasti akan tersisa goresan dan lubang menganga dimana mana.
Bukankah aku pernah berkata:
“Biar tuhan yang tau sampe kapan aku bertahan nunggu kamu”
Dan sepertinya pertahanan itu sudah tak mampu membendung lagi.
Waktu ku mungkin telah habis untuk menunggu kamu.
Dan sekarang aku tak akan pernah ragu mengambil keputusan ini.
Aku mundur, aku akan berhenti menunggu kamu yang telah kutunggu bertahun-tahun.
Bukannya aku lemah, hanya saja aku tak mau lebih menghancurkan hati dan harapan yang pada dasarnya telah kau hancurkan.
Karena kau tak tau, seberapa dalam goresan yang tak tersembunyikan dari bekas kepingan hancur itu.
Karena kau tak tau, seberapa lebar lubang menganga yang tercipta dari bekas kepingan hancur itu.
Aku pergi, bukan karena aku lemah, tapi karena aku ingin melindungi hatiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

How's???