HELL-o freakers in the world Welcome to my cave land

Senin, 08 Juni 2015

Teruntuk dirimu yang tak pernah pergi dari hati



Teruntuk dirimu yang tak pernah pergi dari hati, waktu memang tak cukup bijak untuk sekedar menghapus goresan pensil didalam kertas memori. Hari yang terlalui semenjak saat kau memutuskan menarik diri seperti angin yang menerpa pohon tinggi, membiarkan daun-daunnya jatuh ke bumi kemudian ia berlalu pergi. Bodohnya pohon itu berharap angin itu kembali, tak peduli berapa banyak daunnya yang gugur dan mati, yang ia tau hempasan angin itu sempat menerpanya lembut membawa nuansa surgawi.
Kesadaranku akan kekacauan yang kau timbulkan didalam hati tak membuat rasa percaya ini beranjak pergi, walau hanya senyari. Logika dan hati selalu membela diri dan membuat ada mu selalu kunanti. Bahkan diam yang menamengiku tak cukup kokoh untuk melindungi, tetap saja diri ini mendamba untuk selalu kau jumpai, kau cintai. Aku tak mengerti mengapa hadirmu yang bisa kuhitung dalam jari dapat membuat sipemilik tubuh ini kehilangan kaki hingga hari ini. Jangankan untuk sekedar melangkah untuk pergi, bangkit berdiripun kaki ini serasa mati. Jangankan untuk sekedar melupakan nama yang kau patri, menahan nya agar tak menggema sedetik pun tak mampu hingga rasanya ingin tuli.
Teruntuk dirimu yang tak pernah pergi dari hati, sampai kapan hati yang berdarah-darah ini harus kubawa pergi. Telah kuseret kaki lumpuh ini untuk berlari. Dan aku sumbat telinga ini agar aku menjadi tuli. Namun bukan indra yang membuat sosokmu masih terpatri, tapi hati ini tak pernah rela si pengisi pergi dan membuatnya kosong tak berarti. Hanya saja rasanya dirimulah satu-satunya yang tepat untuk tinggal disisi.
Sungguh aku ingin kau membaca goresan singkat yang aku tuliskan ini, bukan untuk menyalahkanmu dan meminta pertanggung jawaban atas hati yang kini hampir mati, bukan pula untuk mencaci maki karena telah menyayat luka yang tak pernah bisa terobati. Aku hanya ingin berbagi, ada hati yang masih bisa kau jumpai jika tempat berlabuhmu dulu sudah tak menaungi. Ada tangan yang menengadah agar dapat menepuk pundakmu saat arahmu telah hilang kendali. Tak peduli hati berdarah, kakinya yang tak bisa beranjak pergi dan telinganya yang tuli, ia tetap ditempat yang sama untuk menantimu kembali.
Teruntuk dirimu yang tak pernah pergi dari hati, pada akhirnya pohon besar itu telah kehilangan banyak daunnya yang terjatuh ke bumi. Ia bahkan tak dapat berfotosintesis untuk sekedar mencukupi batangnya agar tetap kokoh berdiri. Namun ia masih menanti sang angin bernuansa surgawi itu kembali. Angin yang dapat membuatnya yang hampir mati kembali menumbuhkan kuncup-kuncup daun baru seperti angin musim semi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

How's???